KITASULTRA.COM | KENDARI – Polemik antara masyarakat Konawe Kepulauan (Konkep) dan PT Gema Kreasi Perdana (GKP) terus memanas. Meski Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan ruang tambang dalam Peraturan Daerah (Perda) Konkep tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), aktivitas tambang PT GKP tetap berjalan.
Gelombang demonstrasi masyarakat dan mahasiswa terus berlanjut, menuntut pemerintah dan aparat penegak hukum segera menghentikan aktivitas tambang yang dinilai ilegal.
Sarmanto, Koordinator Lapangan dari Mahasiswa dan Masyarakat Wawonii (MMW), mengungkapkan kekecewaannya terhadap pemerintah dan aparat penegak hukum yang belum bertindak tegas meskipun putusan MA telah final.
“Putusannya jelas, ruang tambang di Perda RTRW dan IPPKH PT GKP dibatalkan. Tapi perusahaan ini masih bebas beroperasi tanpa dasar hukum,” tegasnya saat aksi di depan DPRD Sultra, Selasa (21/1/2025).
Menurut Sarmanto, sejak putusan MA keluar pada 7 Oktober 2024, PT GKP telah menjual hasil tambangnya sebanyak 94 tongkang ore nikel. Pada Januari 2025 saja, tujuh kapal tongkang terpantau melakukan pemuatan ore nikel di Pulau Wawonii. “Ini bukan hanya pelanggaran hukum, tapi bencana yang direncanakan negara untuk Wawonii,” katanya penuh amarah.
Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi, menyatakan dukungannya terhadap perjuangan masyarakat Wawonii. Ia menegaskan bahwa putusan MA bersifat final dan mengikat, sehingga harus segera dieksekusi.
“Kalau putusan sudah inkrah, aparat penegak hukum dan pemerintah tidak boleh tinggal diam. Penegakan hukum harus dilakukan,” ujarnya di hadapan para demonstran.
Suwandi memastikan DPRD Sultra akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan PT GKP dan pihak terkait.
“Kami akan membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelesaikan masalah ini secara menyeluruh,” tambah politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.
Bagi masyarakat Wawonii, dampak dari aktivitas tambang bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius terhadap ekosistem dan mata pencaharian nelayan setempat. Banyak warga yang kini harus melaut lebih jauh akibat rusaknya ekosistem pesisir.
Selain itu, pengamat lingkungan menyerukan pentingnya pengawasan ketat terhadap implementasi putusan pengadilan.
“Kasus seperti ini sering kali berlarut-larut tanpa tindakan nyata. Ini adalah ujian bagi pemerintah untuk melindungi kepentingan rakyat dan kelestarian lingkungan,” ujar seorang pengamat lingkungan.
Kasus PT GKP menjadi gambaran nyata tentang tantangan penegakan hukum di sektor tambang. Di satu sisi, putusan hukum yang jelas dan mengikat, di sisi lain lemahnya implementasi yang memicu ketidakpuasan masyarakat.
Masyarakat Wawonii berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk menghentikan aktivitas tambang yang dianggap ilegal ini, agar lingkungan, hukum, dan keadilan tetap terjaga.
Laporan Redaksi