DaerahHeadlineHukrimSosial Budaya

Jurnalis di Kendari Dipaksa jadi Saksi, JMSI Sultra Menyesalkan Tindakan Penyidik

0
×

Jurnalis di Kendari Dipaksa jadi Saksi, JMSI Sultra Menyesalkan Tindakan Penyidik

Sebarkan artikel ini
Oplus_131072

KITASULTRA.COM | KENDARI – Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Sulawesi Tenggara menyatakan penyesalan mendalam atas tindakan penyidik Propam Polresta Kendari yang memaksa dua jurnalis menjadi saksi dalam penyelidikan dugaan pelecehan seksual oleh oknum polisi terhadap seorang ibu rumah tangga.

Tindakan ini dinilai bertentangan dengan prinsip perlindungan kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999.

“Tindakan pemaksaan tersebut kami anggap bertentangan dengan prinsip perlindungan kebebasan pers yang diatur dalam Undang-Undang Pers No 40,” kata Ketua JMSI Sultra, M Nasir Idris, pada Sabtu, (22/2/2025).

Dua jurnalis yang dipaksa menjadi saksi adalah Samsul dari Tribunnews Sultra dan Nur Fahriansyah dari Simpul Indonesia. Mereka melaporkan bahwa mengalami intimidasi pada 3 Februari 2025 oleh penyidik Propam Polresta Kendari. Intimidasi tersebut berupa pemaksaan untuk memberikan keterangan terkait pemberitaan kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang anggota kepolisian.

Informasi yang diperoleh kedua wartawan berasal dari narasumber yang merupakan korban kekerasan seksual, yang identitasnya dilindungi kerahasiaannya.

Pada 21 Februari 2025, Samsul dan Nur Fahriansyah menerima surat panggilan pemeriksaan dari Kasi Propam Polresta Kendari, AKP Supratman, dengan nomor Spg/06/II/Huk.12.10.1/2025/Sipropam. Surat tersebut meminta keduanya untuk memberikan kesaksian lebih lanjut terkait peliputan kasus tersebut.

CEO Telisik.id, Nasir Idris, menilai tindakan Propam Polresta Kendari sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Menurut mantan Ketua AJI Kendari ini, dalam undang-undang tersebut, jurnalis memiliki hak tolak yang melindungi mereka dari kewajiban mengungkapkan identitas atau informasi dari narasumber yang dijaga kerahasiaannya.

Pasal 1 butir 10 UU Pers menyebutkan bahwa hak ini diberikan untuk melindungi jurnalis dari pertanggungjawaban hukum atas karya jurnalistik yang mereka buat.

“Sementara itu, Pasal 4 ayat (4) menggarisbawahi bahwa hak tersebut hanya dapat dicabut oleh pengadilan, dan itu hanya untuk kepentingan umum atau keselamatan negara,” jelasnya.

Nasir Idris juga menegaskan bahwa pemanggilan jurnalis sebagai saksi dalam kasus ini berpotensi menciptakan ketidakpastian dan ketakutan di kalangan wartawan.

“JMSI Sultra berharap agar aparat penegak hukum dapat lebih menghormati hak-hak jurnalis dan menjaga kebebasan pers sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” harapnya.

Lebih lanjut, Nasir Idris menjelaskan bahwa Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia telah menandatangani Nota Kesepahaman Bersama mengenai Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“Propam Polresta Kendari sebaiknya tidak memaksakan keduanya untuk menjadi saksi dalam tindak pidana yang berkaitan dengan karya jurnalistik,” tegas Dosen Tetap Universitas Nahdlatul Ulama Sultra ini.***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!